Pendukung Manchester United di China mengelu-elukan tim favoritnya di dekat poster bergambar striker Michael Owen di tempat latihan MU di Hangzhou, China, 25 Juli 2009.
Dering telepon itu tak pernah diharapkan. Diimpikan pun tak berani. Namun, sore itu, Michael Owen seperti kembali menemukan bara hidupnya yang nyaris padam setelah telepon selulernya mendapat panggilan dari Sir Alex Ferguson.
”Michael, bisa kita sarapan pagi besok?” tanya Ferguson dari seberang. ”Bisa, Sir,” ujar Owen tanpa berpikir lagi.
Sebagai pemain bola, karier Owen sebenarnya praktis habis meski usianya baru 29 tahun. Cedera berkepanjangan membuatnya tak bisa tampil maksimal bagi Newcastle United. Ia hanya mencetak 26 gol dari 71 penampilan. Cedera pula yang membuat Owen setuju mengakhiri kariernya di St James Park dengan gaji tinggal setengahnya selama beberapa bulan.
Sebagai pemain bebas, Owen sebenarnya diincar beberapa klub. Namun, tawaran dari Ferguson membuatnya melambung setinggi langit. ”Saya merasakan kehidupan saya kembali,” ujar Owen yang menjadi bintang bersama Liverpool sebelum mengalami masa pahit bersama Real Madrid dan Newcastle.
Tidak berhenti di sini. Ferguson kembali memberi kejutan kepada Owen, yang tampil menawan dengan gol cantik ke gawang Argentina pada Piala Dunia 1998. Ferguson ”menghadiahkan” kostum nomor punggung ”7” yang ditanggalkan Cristiano Ronaldo, bintang yang hijrah ke Madrid dengan memecahkan rekor transfer dunia.
Sejak awal, banyak pengamat meragukan Owen mampu memberikan ”sesuatu” bagi Manchester United (MU). Cedera dan faktor usia membuat orang menduga, Ferguson melakukan perjudian besar dengan merekrut Owen. Fergie—panggilan akrab Ferguson—memang penjudi dalam arti sesungguhnya, terutama dalam pacuan kuda. Namun, tentang Owen, Fergie punya insting lain.
”Pengalaman Michael akan memberi banyak manfaat bagi kami. Kostum nomor ’7’ akan memberinya ekstra motivasi untuk kembali ke bentuk permainan terbaiknya,” ujar Fergie.
Dalam tur Asia, Owen membayar kepercayaan Fergie. Meski belum mengerahkan seluruh kemampuan terbaik dan masih jauh dari penampilan gemilangnya semasa bersama Liverpool, Owen memberikan gairah baru bagi MU, yang selain kehilangan Ronaldo, juga ditinggal pergi Carlos Tevez di barisan pemukulnya. Dengan nomor punggung ”7” hadiah dari Fergie, Owen mencetak empat gol dalam empat penampilan di Asia.
Kisah cinta ”7”Jika di banyak tim sepak bola nomor spesial biasanya ”10”, MU memang berbeda. Entah mengapa, tim paling populer di dunia ini punya kisah cinta yang unik dengan kostum nomor ”7”.
Banyak bintang datang dan pergi ke Old Trafford, tetapi tidak semuanya dihadiahi kostum nomor spesial tersebut. Bahkan, Sir Bobby Charlton, Mark Hughes, atau Roy Keane pun tidak.
Kisah cinta itu dimulai oleh George Best, yang membela tim ”Setan Merah” pada periode 1963-1974. Dalam seloroh gaya Inggris yang khas, pendukung fanatik MU mengatakan, Maradona
good, Pele
better, George
best. Seloroh ini hanya ingin menggambarkan betapa mereka mencintai Best, yang membawa MU menjuarai Eropa untuk pertama kalinya musim 1967-1968 sebelum meninggalkan Old Trafford tahun 1974.
Sepeninggal Best, kostum keramat ”7” tak ada yang memakai seiring dengan merosotnya prestasi MU, baik di liga lokal, maupun Eropa. Baru setelah Bryan Robson hadir dari West Brom, pemain yang kemudian diberi julukan ”Kapten Marvel” itu mendapat kehormatan berkostum nomor ”7”.
Bersama Robson, prestasi MU terus menanjak dan mulai mengoleksi gelar-gelar bergengsi. Tahun 1990-1991, Robson menjadi kapten MU pertama yang meraih gelar Piala FA tiga kali sebelum meninggalkan MU tahun 1994.
Sepeninggal Robson, kostum keramat ”7” jatuh ke tangan Eric Cantona. Seniman bola asal Perancis ini barangkali menjadi bintang paling kontroversial yang memakai kostum spesial itu.
Fergie memboyong Cantona dari Leeds United tahun 1992 dengan spekulasi besar. Cantona cenderung berwatak keras, congkak, tetapi punya teknik individu kelas dunia, sekaligus menjadi pencetak gol brilian.
Di luar wataknya yang keras, sebagai kapten, Cantona sangat melindungi teman-temannya. Sifatnya itu pulalah yang menjadikannya figur paling kontroversial lewat aksi tendangan kungfu-nya kepada pendukung Crystal Palace tahun 1995. Insiden itu bermula saat ia berjalan keluar setelah menerima kartu merah akibat menendang pemain Palace. Dalam perjalanan ke ruang ganti, pendukung Palace mengejeknya. Cantona bergeming, tetapi tiba-tiba dia mendengar seorang penonton mengucapkan kata-kata berbau rasisme kepada Paul Ince. Seketika itu pula tendangan kungfu-nya melayang dan Cantona harus menjalani hukuman 120 jam kerja sosial.
Tahun 1997, pada usia 31 tahun, secara mengejutkan Cantona pensiun dari sepak bola. Dia meninggalkan MU dengan memberikan empat gelar juara Liga Inggris, dua gelar Piala Liga, dan dua gelar Piala FA.
Sepeninggal Cantona, kostum nomor ”7” jatuh ke tangan David Beckham. Pemain yang cemerlang bersama jebolan ”Kelas 1992” ini semula berkostum nomor ”10” yang ditanggalkan Mark Hughes. Namun, kepergian Cantona memberinya kesempatan besar menjadi legenda. Nomor ”10” kemudian menjadi milik Teddy Sheringham. Bersama Sheringham pula, Beckham menancapkan tonggak sejarah dengan membawa MU meraih
treble winner pada 1999.
Tahun 2003, Beckham hijrah ke Real Madrid. Kostum keramat kemudian dihadiahkan kepada Cristiano Ronaldo yang kemudian mengantarkan MU meraih tiga gelar Liga Inggris dalam tiga musim terakhir.
Kini, tugas berat menanti Owen. Mampukah dia melegenda seperti Best, Robson, Cantona, Beckam, atau Ronaldo dengan nomor spesial ”7”? Hanya waktu yang mampu menjawabnya.